Mengenal Bissu pada Jaman Kerajaan Bone
KAREBAPANRITA.COM, BONE - Sejak pada jaman Kerajaan Bone sebelum Islam terdapat salah satu kelompok Lembaga Adat yang disebut Bissu. Selain bertugas sebagai dukun dalam pengobatan Tradisional dalam Istana juga bertugas memelihara, merawat dan menjaga Arajang.
Peranan utama para Bissu sangatlah besar pada jaman Kerajaan Bone. Setiap pelantikan Raja merekalah yang mengatur alat/benda yang dipakai dalam upacara Adat prosesi pelantikan Raja. Kemudian Pua' Matoa (Pimpinan Bissu) mengambil Sumpah Raja dan mengumumkan kepada rakyat bahwa Raja sudah dilantik dan resmi jadi Mangkau.
Untuk menjadi seorang Bissu harus melalui ujian mengenai pengetahuan tentang Adat-istiadat, tentang Pemerintahan, tentang Kedewataan (Alam Super Natural) dan ilmu kerohanian.
Anggota kelompok Bissu ini adalah seorang laki-laki banci yang mengalami hidupnya seperti perempuan. Dalam Organisasinya kelompok Bissu, mempunyai bahasa tersendiri yang disebut bahasa Torilangi disamping menggunakan bahasa Bugis. Tinggal dalam lingkungan Istana (Saoraja) Kerajaan Bone, pada sebuah rumah yang disebut Bola Pajung dimana Arajang disimpan. Hidupnya menggantung dari dapur Istana dan setiap hari mereka mengadakan upacara pemujaan secara sederhana kepada Arajang. Arajang adalah benda-benda pusaka Kerajaan yang disakralkan yang tersimpan dalam sebuah ruang Arajang.
Kelompok Bissu ini dilantik oleh Adat yang disebut Ade' PituE (Dewan Hadat Tujuh), sekaligus melantik seorang pemimpin Bissu yang diberi gelar PUA' MATOA dan wakilnya disebut PUA' LOLO. Jadi bukan panggilan PUANG, sebagaimana orang Bone sekarang memanggil istilah PUANG LOLO kepada Pemimpin BISSU di Bone. Yang dipanggil Puang Matoa adalah Arung atau seorang pemimpin disuatu Daerah pada jaman Kerajaan Bone, yang cikal bakal diganti menjadi Ade' PituE. Misalnya, antara lain : Matoa Ujung (Arung Ujung), Matoa Ponceng (Arung Ponceng) Matoa Ta (Arung Ta) dan lain-lain yang sekaligus menjabat sebagai Dewan Hadat Tujuh yang jabatan sekarang setara dengan anggota DPR. Jadi bagaimana bisa seorang pemimpin Bissu yang dipanggil Puang setara gelar dengan sama Anggota Dewan Hadat Tujuh yang melantiknya? Padahal Bissu juga bukan Arung.
Maaf, penulis bukan bermaksud melecehkan para Bissu di Bone sekarang, tapi hanya meluruskan keberadaan dan kedudukan Bissu pada jaman Kerajaan Bone.
Memang Bissu asli di Bone sudah tidak ada, kalau ada siapa yang melantiknya? Padahal tidak ada lagi Anggota Dewan Hadat Tujuh karena bukan lagi jaman Kerajaan. Yang ada hanya duplikat sebagai Bissu, maka mereka bebas tampil yang tidak sesuai keaslian seorang Bissu. Misalnya, dalam menampilkan Sere Bissu dalam menari pakai api. Padahal Sere Bissu yang asli tidak memakai api. Mereka meniru Tari Pepe'na Ri Makka dari Takalar. Begitu pula dalam iringannya memakai alat musik bernama Pui-pui sebuah alat musik tradisional Gowa. Padahal iringan musik Tari Sere Bissu yang asli hanya memakai gendang, tidak memakai alat musik instrumen apalagi dari alat musik daerah lain. Katanya dikreasikan nah, kalau dikreasikan berarti jelas bukan lagi yang asli dari Seni Tradisional Bone.
Selain itu penari Bissu sekarang mengupaya dan memaksa dirinya cantik makeupnya dalam penampilannya. Padahal Bissu yang asli hanya memakai bedak seadanya, agar mereka nampak sakral. Kalau hanya sebagai Bissu sekedar mau ditampilkan cantik, lebih baik sekali wanita yang asli kecantikanya. Sama saja bukan asli Bissu.